Semuanya terasa asing bagi Rinta. Bercak di tangan kanannya sudah menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Tapi rasa menyesalnya membuat sebuah lubang kosong di dadanya. Pagi ini, di hari Minggu yang mendung ini, jam digital di dinding kamar Rinta sudah menunjukan pukul 07.08 a.m ketika Rinta selesai melakukan persiapannya. Selesai mandi. Selesai memakai baju. Dan tentu selesai sarapan. Sekarang dia menyambar kunci mobil secepat blitz kamera dan menghambur di aspal halus menuju Rumah Sakit.
Chapter 2:
Gak usah basa-basi deh ya hihi xD Mulai dari chapter ini aku bakal mengenalkan watak tokoh satu per satu.
Sip! Read and have fun please :D
Rinta FOV
Pintu di bangsal Rumah Sakit itu dengan ajaibnya terbuka secara mendadak. Memperlihatkan gadis cantik yang nyengir lebar. Terlihat jelas dia berusaha menutupi cengiran dari wajahnya dan berusaha tersenyum biasa, tapi gagal. Wajah polos itu lebih memilih menunjukan cengiran khasnya dan langsung melihat ke titik tempat tidur.
Di sana ada orang yang sangat berjasa untuknya. Sangat dia sayangi sebagai temannya. Ooh! Apakah tadi aku mengatakan teman? Bukan, aku salah. Andika adalah sahabat terbaik Rinta.
Andika nyengir balik melihat ekspresi Rinta yang lepas. Ujung mulutnya bagaikan tersentuhkan ke telinganya. Dia sudah merindukan Rinta. Untuk memerhatikannya. Mengobrol dengannya. Melindunginya. Menjailinya. Menatap matanya…
‘Lo mau di situ terus sampai jam besuk habis biar gak ada yang bisa masuk ke dalem?’ Andika terkekeh. Kejailannya mulai kambuh.
Rinta sadar dari transnya. Dan tanpa perintah langsung menyerbu Andika dalam sebuah pelukan yang dapat memberi efek sama bagusnya dengan di peluk raksasa. Tunggu, dimana bagusnya itu?
‘Aww! Lo berniat bikin gue semaput lagi?!’ Andika memukul-mukul pelan bahu Rinta. Meminta kelonggaran untuk respirasi. Tapi Rinta tidak memedulikannya. Selama beberapa detik dia tetap memeluk Andika. Dan akhirnya melepaskannya. Lalu dia-
Menampar laki-laki yang ada dihadapannya itu.
Andika melongo ‘Kok gue ditampar sih?’ dia menggosok-gosok pipinya dengan cepat memakai tangannya yang bebas slang infus. Dahinya mengernyit, meminta penjelasan-
‘Itu karena lo udah bikin gue khawatir, insomnia, gak nafsu makan, dan juga lupa ngerjain PR!’ Rinta berkacak pinggang, mukanya yang sebal tertekuk rapi. Tapi setelah tiga detik berlalu ekspresi jail mengapung di permukaan wajahnya.
‘Sakit gak?’ Rinta bertanya dengan setengah tawa.
‘Panas dodol!’ Andika masih manyun. Pipi kanannya sekarang bersemu merah-muda dengan cap-lima-jari.
Rinta terkikik ‘Maaf,’ dia nyengir. Dan kemudian entah kenapa mereka tertawa.
Mungkin bila yang terbaring di kasur sekarang bukan salah satu orang yang berada di daftar teratas berjudul “MY BEST BESTFRIEND” di dalam hatinya, dia tidak akan repot-repot datang sepagi ini sendirian. Dia pasti akan memilih untuk pergi bersama teman-temannya nanti siang. Tapi sekarang yang ada di hadapannya adalah orang pertama yang bisa meluluhkan hatinya agar Rinta mau bersahabat dengannya.
*~~~*
Hari berlalu secepat mobil Jazz itu melaju di jalan temaram pinggir kota. Perempuan cantik berambut hitam ikal dengan sorot mata lelah namun lembut duduk di kursi kemudi, mengemudikan mobilnya pulang ke rumahnya.
Rinta menghabiskan hari ini dengan menemani Andika sampai Andika tertidur. Dan dia sendiri pulang dengan lelah bersarang di pundaknya. Tapi dia senang. Yap, senang. Senang? Tentu saja! Tidak ada orang yang tidak senang jika ada temannya yang baru siuman dari koma! Teman? Oke aku salah lagi, maksudku sahabat. Ya itulah intinya. Perdebatan selesai.
Rinta tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Dia sejak dahulu, sejak masuk ke tingkat SMA, selalu tidak peduli jika didekati oleh adik kelasnya. Tapi berbeda dengan Andika. Entah kenapa mereka berdua bisa menjadi sahabat dekat. Walaupun tidak sedekat Rinta dan Nila, tentu saja. Bahkan menurut catatan di otak Rinta, Andika adalah pemegang rekor untuk kalangan adik-kelas-yang-berusaha-mendekati-dan-berhasil, karena memang hanya dia yang berhasil. Yah, dan entah kenapa Rinta mengijinkannya mendekati dirinya. Apa karena Rinta menyukainya? Ah tidak. Rinta tidak pernah menyukai Andika. Apa karena Rinta suka didekati orang sepopuler Andika? Rinta, bisa dibilang, jauh lebih tenar dari anak kapten basket itu.
Rinta…
Gadis muda yang penuh obsesi dan mimpi. Kepintaran otaknya, pikiran logisnya, hasratnya untuk berpikir setiap saat, semua tentang dirinya selalu dapat menarik perhatian orang disekelilingnya. Seolah medan magnet kuat tertempel di parfum yang dia kenakan, semua pria takluk di lututnya. Dia alergi untuk didekati oleh cowok yang lebih muda darinya. Well, tidak semuanya sebenarnya. Tidak peduli setampan, sekaya, sekeren, se-apapun orang itu, dia tidak peduli. Kenangan masa lalu mengajarkannya banyak hal tentang pria yang lebih muda.
Galak.
Itulah yang selalu disebut oleh Nila, sahabatnya sejak SD yang sekaligus menjadi sekretaris Rinta di OSIS, jika Nila ditanya bagian mana sifat Rinta yang paling mendominasi kesehariannya.
Pikiran Rinta seketika buyar. Klakson dari mobil belakang mengagetkannya dan menyetrumnya sampai dia terduduk tegak di kursinya. Kakinya mendadak menapak rem.
Brengsek. Siapapun orang dibelakangnya, Rinta ingin menonjok rahang orang itu sekarang. Dia keluar. Dan melihat dari bergetarnya mobil Rinta, orang itu sepertinya menubruk mobilnya. Sialan.
Rinta berkacak pinggang dan melirik belakang mobilnya dengan kesal. Penyok dan terberet (read: lecet), perfect. Sembari melempar pandangan mencela ke jendela depan, yang Rinta ketahui dengan persis dibagian belakangnya ada seorang sopir-brengsek-dan-bodoh yang sudah mentransfigurasi mobilnya menjadi sedemikian rupa. Sopir itu tidak akan lolos. Tidak ketika dia sudah membuat dua kesalahan beruntun kepada Rinta.
Tiga langkah dalam dua detik, Rinta berhenti di pintu mobil. Rinta mengetok, ralat: menggedor kaca mobil itu. Tidak menunggu kaca yang diturunkan, orang itu langsung membuka pintu mobilnya.
Bagus, pikir Rinta. Karena dengan begini dia dapat langsung membuat hidungnya patah tanpa susah payah melongok ke dalam kacanya.



0 suara netizen:
Posting Komentar