About Me

Thesalonika Olga Valitha Briliane | 23 y.o | Indonesian | Swiftie | @__tukangmaido | Love Green, Like Mango | Jesus Christ

Sabtu, 01 Oktober 2016

vivo SMARTPHONE PROMO CASHBACK HINGGA 500 RIBUAN!!!

Zaman sekarang, gak usah lagi pusing² mikirin yang namanya LEMOT atau lg asik² selfie dibuat ribet. Apalagi mau dengerin musik atau liat medsos di gadgetmu malah pake acara buffering. Zaman dah canggih, dgn sekali CLICK semua sudah bisa.
Solusinya??? Ya vivo (Hi-fi & Smart)😍😍😍
CASH BACK Y31 & Y51😘😘😘

Lihat dulu nih kelebihan VIVO😍

1. vivo Y21 (Rp 1.499.000)
* Ram 1GB
* Super size 16GB up to 128GB
* Voice capture
* Smart wake & Smart Click
* Perfect Sound
* Support OTG

2. vivo Y31(Rp 1.799.000) CASH BACK Rp. 200.000 menjadi Rp.1.599.000
* Ram 1GB
* Super size 16GB up to 128GB
* Palm Capture
* Smart Click
* Smart Wake 2.0
* Android 5.1

3. vivo Y51 dari harga Rp 2.399.000 CASH BACK Rp.400.000 menjadi Rp.1.999.000
* 2GB RAM + 16GB ROM upto 128GB
* Smart wake & Smart Click
* Dazzling Glow
* Voice Capture
* Support OTG

4. Vivo V3 (Rp 2.999.000) CASH BACK 500.000 dari harga 3.499.000
* 3G RAM
* Faster Fingerprint Unlocking
* Metalic Body
* Faster Capture
* Split mode

🎉🎉🎉 DAPATKAN BANYAK BONUS MENARIK DI KONTER KAMI !!! 🎉🎉🎉
SEMI CELL PURWODADI JAWA TENGAH
Jl. R Suprapto No 21 Purwodadi, 58111

Kamis, 27 Agustus 2015

Not Only Mine #1

Jika memang empunya hati tak dapat memilih, izinkan aku terdiam tanpa menuntut.
Jika memang empunya hati terus mencabangkan diri, biarlah tetap begitu dan kuatkan cabangnya.
Hanya jika kau memintaku untuk memotongnya, aku akan memotongnya. Meskipun akhirnya akan ada darah disana. Akan ada pesakitan di salah satu semangnya. Tapi biarlah yang lain semakin membaik dan berbahagia, karena sang benalu telah tiada.

Bukan saja sebuah kisah biasa yang melibatkan dua insan manusia. Yang tersakiti dan saling menyembuhkan. Yang meninggalkan dan ditinggalkan. Yang saling mencinta dan bercinta bersama.
Tapi tentang dua belah pihak, yang sama sama tidak menginginkan ini semua terjadi. Tapi hati siapa yang tahu? Ini semua terjadi begitu saja. Tanpa diinginkan. Tanpa diminta.

Akukah yang salah? Ketika aku berdiam diri saat dia menggodaku. Bukankah seharusnya aku menghardik dia agar segera pergi kembali ke sarangnya dan tertidur lelap disana? Tapi kenapa justru aku beri dia makan dan membelainya lembut? Kenapa justru aku membuat dia seolah menemukan rumah baru untuk singgah?
Diakah yang salah? Ketika sang ratu tidak lagi memberikan kenyamanan kepadanya. Dan dia mencari kenyamanan di tempat lain. Seketika dia bertemu denganku. Dia tahu peduli macam apa yang aku tawarkan jika dia memilihku. Dan dia memilih untuk berdiam lebih lama. Pergi dari sarang dan bertemu tuan putri di kedalaman hutan.

Dosakah ini semua? Ketika anak manusia tidak berdosa ikut menanggung akibat dari pemberontakan. Dosakah jika aku benar benar membuatnya jatuh cinta dan bertekuk lutut kepadaku? Dosakah jika pada akhirnya hatinya sepenuhnya menjadi milikku?

Tapi untuk apa? Bahkan sekalipun dia jatuh ke dalam pelukan, dia tetap tidak akan menjadi milikku sepenuhnya. Dia akan tetap pulang kembali ke sarangnya. Bukan kemari.

Setiap hari percakapan terhenti di angka 21.00. Dan akan berlanjut di pagi hari pukul 10.00. Diluar itu? Kami seakan tidak saling mengenal.

Aku tidak mempermasalahkan itu semua. Aku menghargai usahanya untuk menjaga perasaanku dengan caranya sendiri.
Tapi ketakutan dari dalam diriku sendiri menelanku bulat bulat. Tidak akankah dia pergi? Tidak akankah ini akan berakhir dengan cepat? Tidak akankah dia menghilang tanpa jejak?

Aku mengatakan kepadanya bahwa aku takut untuk melangkah lebih jauh. Aku takut ketika aku melangkah lagi dan akhirnya dia pergi. Tapi dia mengatakan kepadaku agar aku tenang dan percaya kepadanya. Agar aku tidak takut dan terus melangkah ke dalam pelukannya. Dan aku percaya. Aku melangkah ke depan. Berkonsentrasi pada satu tujuan. Dia.
Tapi kemana dia pergi? Sedetik yang lalu dia masih disini tersenyum kepadaku dan membentangkan tangannya. Tapi kenapa dia menghilang bagaikan ditelan asap dan menyatu dalam kabut? Aku bingung. Tersesat. Aku mencari tapi tidak menemukan apapun. Aku terpuruk seorang diri. Dia pergi.

Mungkinkah dia pergi selamanya? Hanya datang ketika lapar dan pulang ketika kenyang? Hanya waktu yang bisa menjawab semuanya. Sambil menunggu, aku terus mencari jalan untuk pulang.

Senin, 03 November 2014

Tanpa Dirimu, Aku Bukan Diriku Yang Sekarang Chapter 9



“Apakah kepatuhan dan konsistensi justru membuatnya bosan? Apabila banyak orang yang menjadikan kebosanan sebagai antiklimaks yang mengawali rangkaian sikap atau perilaku buruk, lantas dimanakah nilai sebuah pengabdian?”  - Barbitch.

Aku berusaha menepis pemikiran itu. Semua pemikiran buruk yang selalu tertanam kuat-kuat dalam helaan nafasku setiap detiknya. Kau yang selalu memikirkannya. Kau yang selalu merindukannya. Kau yang selalu berkontak dengannya. Menanti pertemuan kalian dari hari ke hari. Mencintai tanpa henti...

Aku berusaha menepis itu semua. Tapi gagal. Sekalipun aku mengelak fakta mengatakan sebaliknya. Kenyataan telah membelot dan aku kalah. Mulai dari status hubungan di jejaring sosial itu (antara kau dan dia) yang terbit di saat kita sedang ada dalam satu hubungan. Ditambah lagi postingan-postingan di jejaring sosial itu dari si perempuan. Sekarang semua hal itu jadi masuk akal.

***

“Bodoh. Aku perempuan paling bodoh di dunia. Jatuh cinta kepada yang tidak boleh dicintai. Tahu bahwa harus berhenti mencintai. Mampu untuk berhenti mencintai. Namun tak mau. Semata karena hatiku mengatakan demikian.” – After The Rain.

Izinkan aku mencintaimu, sayang. Walaupun aku tahu hatimu miliknya.

Ini jeritan bukan rengekan. Jeritan si gadis patah hati yang terpekur di sudut kantin sekolah. Tangisnya memilukan seperti darah segar yang dikucur air garam. Seperti luka menganga yang kembali ditusuk oleh taring drakula. Hisap darahnya! Hisap darahnya! Jangan sia-siakan apapun yang dapat kau renggut dari gadis ini. Setelah itu baru kau boleh pergi.

Kau telah mengambil apa yang paling berharga, sayang. Kau tahu?

Hatiku. Hatiku yang malang. Aku miris melihatnya setiap hari tergores tanpa henti, karenamu!
Aku memberikannya kepadamu karena ku kira di kesempatan kedua kau akan menjaganya, walaupun aku tahu hal itu tetap saja hanyalah sebuah harapan kosong. Kau mengecewakanku, sayang. Kau tahu?

***

“Boleh aku bertanya terbuat dari apakah hati itu? Tak peduli seberapa rindu menghantamnya, seberapa duka menggerusnya, hati masih tetap bersikeras berdenyut. Memanggil-manggil nama yang kucinta.” – After The Rain.

Sejak dahulu memang hanya kau. Yang paling keji dan paling kusayang. Hanya kau yang tahu bagaimana caranya membuatku mabuk kepayang hanya dalam satu poros mata ke mata. Mata yang indah. Tidak akan pernah kulupakan bagaimana rasanya menatap mata itu sepuasnya saat kita bersama. Memang hanya kau yang tahu bagaimana cara membelaiku dengan lembut di tempat yang tepat. Bagaimana menarikku jatuh ke dalam pelukan dan mengecup telingaku dengan lembut.

Aku suka caramu menginginkanku. Liar. Tanpa keraguan sedetikpun. Caramu memandangku dengan buas seperti singa kelaparan. Aku menyukai semua caramu, sayang. Aku merindukannya..

Apakah kau masih ingat bagaimana kau memelukku diantara rak-rak buku di toko buku dekat sekolah? setiap sudutnya kini menggoreskan kenangan di otakku. Bagaimana dengan tempat baru yang kau perlihatkan kepadaku? Di salah satu mall lantai 5 itu. Kau tunjukan pemandangan kota yang membuatku menganga dan rasanya aku tidak ingin berlalu dari sana secepat itu. Kau ingat? Dulu saat hujan, di sekolah, kita bersama, kau ada dalam pelukanku. Aku ingin menikmatinya lebih dari itu sekarang. Dan aku benar-benar menyesal menolak keinginanmu untuk melakukannya di lantai dua. Kau masih ingat? Dulu di Fakultas Teknik Lingkungan di salah satu Universitas tempat aku akan mengikuti tes, kau mengecup bibir ini untuk pertama kali. Aku hanya tersenyum pahit mengingatnya sekarang. Hanya berharap bisa mengulang semuanya kembali.

Jika kau tahu, rasa rindu ini bukan hanya karenamu. Tapi karena caramu memperlakukanku. Tertawa karena candamu dan jatuh ke pelukanmu secara bersamaan. Bisakah kita mengulangnya? Aku merindukan bagaimana rasanya menatapmu secara langsung dengan jarak dekat tanpa pemisah.

Aku bahkan merindukan pertengkaran kita. Saat kita pulang dari mall itu, dan kau memancing emosiku keluar. Semua tumpah. Ditengah banyak orang. Dan kau terdiam, menyadari kesalahan yang kau buat. Hatiku kembali pahit, sayang. Kau tahu?

***

“Tapi kau memang benar, kau lelaki tertampan yang pernah membuatku ingin membunuh berjuta perempuan yang menggilaimu.” – I Love You, Bodoh.

Tampan? Jangan bermimpi, ferret. Bahkan semua orang mengatakan aku sudah buta memilihmu. Tapi mereka orang lain. Aku jatuh cinta kepadamu, bukan mereka. Tapi entah kenapa aku tidak pernah puas memandang wajahmu setiap kali kita bertemu. Aku tidak pernah puas merasakan genggaman tanganmu yang terjalin di jariku dengan kuat. Aku masih ingat betul genggaman itu akan mengeras ketika emosi menderamu seketika.

Aku tidak akan pernah puas. Dan ini semua cukup sampai disini. Tidak akan ada lagi kata kedua atau seterusnya. Tidak akan ada lagi belaian lembut di pinggang yang menyapa setiap kali kita bertemu. Tidak akan ada lagi mata yang menatapku tajam ketika aku melakukan kesalahan. Mata yang menatapku nanar ketika kau memohon untuk kembali ke dalam hidupku dulu, di teras rumahku.

Apakah dulu kau serius untuk memintaku, sayang? Apa itu semua benar? Ataukah itu juga satu dari sejuta kebohonganmu? Yang akhirnya terkuak satu persatu. Menyakitkan jika aku memikirkan alasan dibalik semua kebohongan ini, sayang. Kau tahu?

***

“Tak bisa kuhindari lagi, perkataannya melumpuhkanku. Aku tak pernah menyadari sebelumnya, bahwa satu-satunya hal yang membuatku bahagia adalah keberadaannya.” – Dear Bodoh.

Dan dia pergi. Tanpa alasan yang pasti, dia membuangku. Seperti kuman tidak terpakai yang akan menularkan virus kematian kepada semua orang yang mendekatiku. Seperti onggokan sampah si gadis patah hati yang tidak terpakai lagi.

Aku akui kami jarang berkontak. Bahkan komunikasi kami jauh lebih langka dibandingkan panda cina. Tapi setidaknya kami memiliki satu sama lain. Aku merasa memiliki satu sama lain.

Tapi semua berubah ketika kau mengatakan ini semua sudah berakhir. Semua ini hanya permainan yang tidak perlu ditamatkan dan kau langsung menekan tombol exit karena permainan yang terlalu sulit untuk dilalui. Kau membuangku. Hidupku. Hatiku. Semuanya. Kenangan kita, apakah kau simpan? 30% hatimu yang kau bilang masih tetap tersimpan disana untukku meskipun telah setahun kita berpisah, apakah sekarang masih ada? Gelang dariku, berwarna biru berbentuk resliting, apakah benar kau masih menyimpannya di kamarmu, sayang? Ataukah kau membuangnya karena dia telah mengetahui hubungan kita dan kau lebih memilihnya?

Kau memang Lucifer. Kau selalu tahu bagaimana cara bertindak untuk mencapai tujuanmu. Kau membuatku terbang setiap kali kita bertemu dan membuatku kembali jatuh cinta kepadamu setelah hampir 2 tahun bahkan kita tidak bicara secara intens. Kau tahu benar bagaimana caranya menutupi kebohongan dengan musik yang indah dan membuai. Membuatku terlena dan terlelap. Tanpa sadar kau telah memainkan peran yang sangat luar biasa di banyak panggung sandiwara. Kau paling tahu bagaimana membuat seluruh pertahananku goyah. Pertahanan yang telah aku bangun selama hampir 2 tahun untuk menutup luka yang bahkan tidak bisa aku hilangkan. Semua karenamu. Dan kau kembali menghancurkan semua perban yang kubalutkan. Hingga tidak ada yang tersisa selain lubang hitam tanpa dasar yang mengerikan disana.

Hanya kau, Lucifer, yang tahu bagaimana cara mengiris batinku. Belum ada orang yang berani selancang ini kepadaku. Menyakitiku tanpa ampun. Menutup mata dari rengekanku. Menutup telinga dari jeritanku. Aku mengiba. Aku memohon. Hentikan semua! Tapi kau justru kembali.. perlahan lahan.. membuatku kembali terbuai.. kembali percaya.. dan kembali menghempaskan segalanya!

Salahkah jika aku ingin memutar waktu kembali dan menolakmu ketika kau memohon untuk kembali masuk ke dalam hidupku? Aku hanya berharap memiliki hidup yang normal tanpa ada bekas luka yang berusaha aku sembunyikan. Luka yang membuatku melindungi diriku dari segala bentuk ancaman luka yang baru. Membuat hidupku menjadi tidak sebebas dulu.

Tapi ini semua sudah terlanjur. Yang aku inginkan sekarang hanyalah kau yang selalu disini. Menggelikan ketika aku mendapati kenyataan bahwa luka yang kau sebabkan membutuhkan obat yang ternyata adalah dirimu sendiri. Kau. Hanya kau yang aku butuhkan.

Salahkah jika aku menginginkan kau setia, sayang? Ya. Aku tahu aku salah menginginkannya.

Aku tahu sejak awal aku mengatakan “Ya” ketika aku meminta untuk kembali kepadaku yang kesekian kalinya, hatimu akan tetap menjadi miliknya, selamanya. Tidak akan ada kesempatan untukku merebut ataupun menggesernya dari dalam hatimu. Hanya dia yang kau cinta. Aku menyadarinya, tapi aku hanya diam. Aku egois, sayang. Aku tahu. aku hanya berharap ada sedikit kesempatan untukku merubah kenyataan. Tapi apa yang aku dapatkan? Hey ada luka baru disana! Dan disana! Ah, disana juga ada!

Kau memang Lucifer. Iblis yang mampu memikat sang Ratu surgawi dengan kelembutan belaiannya pada harpa nirwana.

“Hari demi hari pecut yang kau cambukkan kepadaku semakin terasa menyakitkan. Membuatku semakin buta dan liar untuk terus berlari tanpa tujuan. Berlari. Terus. Tanpa henti. Sama seperti dulu. Menutup mata, hati dan pikiranku dari apapun yang mungkin bisa membuat luka itu kembali berdarah.” – Tanpa Dirimu, Aku Bukan Diriku Yang Sekarang Chapter 8.

Hingga akhirnya, kini aku tahu. kau membuangku karena dia. Dia telah kembali. Atau mungkin telah datang. Entah itu ratu yang lama, yang mencari singgasananya yang telah kurenggut. Ataukah dia sang ratu baru yang telah kau incar selama ini namun baru bisa kau takhlukkan. Dialah ratumu sekarang. Dan aku telah tersingkir. Bahkan tidak cukup pantas walau hanya menjadi selir.

Semua berakhir hanya karena satu pesan singkat. Semua sosial media diputus-hubungan. Sms yang tidak kau balas. Telepon yang dijawab dengan hujatan. Inikah caramu membuangku, sayang? Sebegitu hinanya aku sekarang di matamu?

Tapi ketika telah ada ratu baru yang memanjakanmu, apa yang dapat aku perbuat? Aku tidak berkutik. Dialah bahagiamu.

Dan aku kembali disini untuk berlari dan menutup semua celah seperti dulu. Memulai dari awal lagi. Kembali merangkak keluar dari jurang yang dalam. Tempatmu membuangku. Sendiri.


“Udahan aja” 10.25; 26 Oktober 2014.

Tanpa Dirimu, Aku Bukan Diriku Yang Sekarang Chapter 8



Taylor Swift – You’re Not Sorry

All this time I was wasting
Hoping you would come around

Ketika kau telah dicintai dan mencintai sedemikian rupa, rasa cinta itu akan terus membekas di dalam dirimu. Ketika rasa sakit dan luka telah ditancapkan ke dalam hatimu, luka itu tidak akan pernah hilang. Yang dapat kau lakukan hanyalah berusaha merawatnya agar cepat sembuh dan menutup bekasnya.

Tapi terkadang ada luka yang kecil dan luka yang besar. Terkadang ada luka yang dangkal dan luka yang sampai mengeluarkan darah tiada henti. Ada.

Luka yang dalam. Luka yang menimbulkan sebuah lubang hitam di tempat luka itu tercipta. Lubang yang tidak akan pernah hilang. Tidak akan pernah tertutup.

I’ve been giving out chances everytime
But all you do is let me down

Luka yang kau buat, mulai dari yang terkecil hingga tiada terkira, semuanya masih berbekas. Menimbulkan pesakitan yang tidak mungkin dapat aku perlihatkan ke permukaan. Membuat aku terus bergerak dengan tertatih meskipun aku berhasil menyamarkannya. Mulai dari yang terkecil. Dan digores lagi. Dan digores lagi. Dan lagi. Membuat setiap partikel pertahanan yang telah aku susun menjadi tidak bermakna dan terkoyak.

And it’s taking me this long, baby
But I figured you out

Di hari-hari terakhir aku menjalin hubungan denganmu, sekitar bulan April tahun 2012, setiap hari terasa seperti menggoreskan satu kenangan. Dan akhirnya semua kenangan pahit itu telah berhasil aku tutup dan aku simpan di sudut. Semua kepingan telah aku bereskan dan aku tutup rapat bersama dengan semua rasa janggal itu. Semua rasa yang tidak pernah aku bayangkan dapat aku miliki ketika aku bersamamu.

And you’re thinking we’ll be fine again
But not this time around

Kau memang seperti Lucifer. Kejam. Arogan. Selalu mendapatkan apa yang kau inginkan.

You don’t have to call anymore
I won’t pick up the phone
This is the last straw
Don’t wanna hurt anymore

Aku berhasil keluar dari kerajaanmu. Aku berhasil kabur. Dengan menyamar dan bersembunyi. Aku menutup semua celah yang ada dan mengurung diri di dalam penjaraku sendiri. Menutup semua kemungkinan aku akan tersakiti lagi. Tidak pernah memberi mereka kesempatan untuk menyakitiku barang segores.

Setiap pagi aku terbangun dengan jeritan sangkakala dari dalam diri Lucifer dan tertidur dengan ninabobo dari shinigami (read: dewa kematian). Hidupku seperti orang yang tidak ingin melihat dunia. Seperti anak kecil yang tidak pernah mengerti bagaimana nikmatnya lollipop dan es krim. Seperti orang yang tidak pernah kehausan dan tidak mengerti betapa nikmatnya air pegunungan. Seperti wanita yang tidak pernah mengerti rasa dilindungi dan dikhawatirkan.

And you can tell me that you’re sorry
But I don’t believe you baby
Like I did before

Kesendirian seperti menjadi sahabat terdekatku. Aku menyukai kesendirian dan mulai terbiasa dengannya.

You’re not sorry, oh no

Hingga akhirnya aku mencoba untuk membuka mataku. Mencoba untuk meninggalkan malam dan menyambut datangnya siang.

Looking so innocent
I might believe you if I didn’t know

Tapi yang aku dapati justru rasa kosong yang bahkan lebih parah daripada kesendirian. Tidak. Aku telah terbiasa dengan kesendirian sampai akhirnya aku tidak bisa menerima orang lain. Aku tidak bisa merelakan ketika kesendirian pergi meninggalkanku.

Komitmen membuatku takut. Jatuh ke pelukan sang Raja dan terbius oleh matanya yang menatap tajam? Lalu mendapati senyum sinisnya mengembang dan dia lepaskan pelukannya. Membuatku jatuh dalam jurang tanpa dasar.

Could’ve loved you all my life
If you hadn’t left me waiting in the cold

Brengsek.

Apa sebenarnya yang kalian inginkan dariku? Bahkan ketika asaku telah padam kalian kembali membakarnya. Tapi ketika ia kembali menyala kalian menyiramkan air ke atasnya dan membuat asaku memdesis kesakitan. Tidak. Aku tidak akan kembali membuka semua celah itu. Aku telah cukup mengerti bagaimana kebersamaan dapat sebegitu menyakitkan. Trauma? Tak dapat dipungkiri itulah istilah yang tepat.

And you got your share of secrets
And I’m tired of being last to know

Apa yang kau inginkan sayang? Membuatku hancur tanpa ampun? Sampai sekecil apa? Sampai kepingan dari setiap kenangan itu pun musnah tertelan kegelapan?

And now you’re asking me to listen
Cause it worked each time before

Hari demi hari pecut yang kau cambukkan kepadaku semakin terasa menyakitkan. Membuatku semakin buta dan liar untuk terus berlari tanpa tujuan. Berlari. Terus. Tanpa henti. Sama seperti dulu. Menutup mata, hati dan pikiranku dari apapun yang mungkin bisa membuat luka itu kembali berdarah.

You had me crawling for you honey

Ninabobo dari shinigami mulai terdengar. Semakin malam semakin memilukan.

And it never would’ve gone away, no

Suara seorang anak terdengar dari lubuk hati yang paling dalam. Gadis yang mendambakan belaian kasih sayang. Kasih sayang yang tulus, yang tidak mengharapkan apapun. Karena dia sudah tidak memiliki apapun lagi untuk diberikan kepada mereka yang mengharap imbalan.

You used to shine so bright

Hatinya telah hancur dan tersapu bersama dengan kepahitan. Lututnya tertekuk dengan rapuh. Seakan satu tepukan dan dia akan gugur.

But I watched all of it fade

Matanya menerawang kosong seperti tanpa warna. Binarnya yang dahulu telah hilang digantikan dengan guratan luka. Gadis yang terluka. Gadis yang mengharapkan kasih sayang tanpa imbalan.

There’s nothing left to beg for

Gadis yang menjadi pengumbar kata sayang. Menipu semua orang yang memberikan hati mereka sebagai tumbal. Si kupu-kupu malam.


But you’re not sorry..

Tanpa Dirimu, Aku Bukan Diriku Yang Sekarang Chapter 7



Setiap pagi aku terbangun dengan jeritan sangkakala dari dalam diri Lucifer dan tertidur dengan ninabobo dari shinigami (read: dewa kematian). Hidupku seperti orang yang tidak ingin melihat dunia. Seperti anak kecil yang tidak pernah mengerti bagaimana nikmatnya lollipop dan es krim. Seperti orang yang tidak pernah kehausan sehingga tidak mengerti betapa nikmatnya air pegunungan. Seperti wanita yang tidak pernah mengerti rasa dilindungi dan dikhawatirkan.

8 Juni 2014

3 hari aku lalui tanpa komunikasi dengannya. Ingin? Sebenarnya tidak. Sangat. Aku serius ketika aku mengatakan bahwa aku telah bergantung kepadanya selama beberapa bulan terakhir ini tentang perhatian dan rasa sayang. Kuat? Mungkin. Entahlah. Beberapa hari ini (untunglah) aku selalu dikuatkan oleh orang-orang yang peduli kepadaku. Lelucon mereka membuatku tetap tertawa selama beberapa jam hingga tidak terasa waktu tidur telah tiba dan aku terlelap.

Tapi kepura-puraan ini membuatku muak. 2 tahun ini membuatku menjadi pribadi yang vokal dan tidak pernah menutupi apa yang aku inginkan atau rasakan. Ketika aku menginginkan sesuatu (atau mungkin seseorang) aku selalu mengatakan aku menginginkannya dan akan mendapatkannya. Aku harus mendapatkannya entah dengan cara apapun. Untuk masalah pemeliharaan? Itu dapat dipikirkan nanti. Ketika aku merasakan sakit, aku akan mengatakan itu sakit. Ketika aku senang, aku akan berterima kasih. Ketika aku bosan, aku tidak repot-repot untuk menutupinya. Ketika aku cinta dan membutuhkan, aku akan menunjukannya dan tidak membuat orang yang aku maksud bertanya-tanya.

“Jangan pernah malu menjadi wanita yang vokal. Memang pada umumnya wanita adalah makhluk yang selalu memendam semuanya sendiri, tapi kalau kita vokal memangnya kenapa? Ada masalah? Tidak, kan? Toh itu juga membuat kita lebih lega.” Seseorang menasihatiku.

Aku bahkan lupa bagaimana rasanya tidak mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku lupa bagaimana rasanya berpura-pura (selain berpura-pura bahwa segalanya berjalan sempurna dan ‘hei-lihatlah-aku-putri-kerajaan-yang-bahagia-tanpa-masalah’). Dan hal itu membuatku tidak bisa menahan diri.

Aku memulai percakapan. Bukan karena aku ingin memancing pembicaraan, tapi memang karena aku perlu menanyakan sesuatu. Suasana hatiku kalut. Dan aku rasa kau memiliki jawaban atas permasalahan ini. Terbukti dari chat terakhirmu yang sengaja tidak aku balas karena aku rasa memang sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.

Aku tidak pernah memancing pembicaraan dengan tujuan menepis kata rindu jauh-jauh dari otakku. Jika aku merindukanmu, aku akan mengatakannya tanpa tedeng aling-aling, tidak seperti percakapan-basa-basi yang sedang aku lakukan saat itu.

Di sisi lain, tanpa aku sadari, aku telah menjalin komunikasi lagi dengan seseorang dari masa lalu. Si pria-dengan-kejujuran-dimatanya yang telah berhasil aku tinggalkan dengan susah payah berkat bantuanmu. Semua terjadi begitu saja. Well, seperti yang aku katakan, semua terjadi begitu saja.

Kau pergi. Aku kembali sendiri. Kepanitiaan wisuda membutuhkan tambahan orang. Aku tidak sempat mencari orang lain. Aku menghubunginya. Aku menjadi satu kepanitiaan dengannya. Kami kembali berkontak. Dan itu terjadi tepat setelah kau dan aku bertengkar.

Kau tahu? Semua ini rasanya seperti kebetulan. Dalam sekejap kami berkomunikasi dan dia langsung memintaku untuk menjadi kekasihnya ketika kebetulan kau dan aku sedang tidak dalam keadaan yang baik. Aku mendapatkan kesan dia tidak ingin aku pergi untuk yang kedua kalinya. Well, mungkinkah dia telah merasakan bagaimana kehilangan seseorang yang tidak pernah dia anggap untuk ada?

Sebagian dari hatiku bersorak gembira. “Hey! Bukankah itu yang kau inginkan sedari dulu? Terimalah dan hiduplah bahagia meskipun hanya seminggu!”. Tapi hatiku yang lain kembali menghardik semacam “Yang benar saja! Aku sudah tidak mencintainya!”. Aku hanya memutar bola mata dan kembali bekerja. Ini konyol! Bahkan aku sudah tidak merasakan apapun ketika aku bertukar pesan dengannya.

“Cieeh disemangatin! :D” di malam hari Vivi mengirimiku pesan disertai sebuah Screen Capture berisikan Private Message milik pria-dengan-kejujuran-dimatanya yang berisikan (dengan jelas dan gamblang) nama lengkapku. Aku membelalak. Konyol!

Aku membuka akunnya dan terlihat jelas di riwayatnya ada sekitar selusin Private Message dengan namaku didalamnya. Aku tertawa. Semua Private Messagenya benar-benar gila. Dan aku mendapati diriku langsung membalasnya lengkap dengan namanya tertera disana. Aku tahu dia telah terlelap. Tapi setidaknya (dengan segala permasalahan yang sedang terjadi) aku tidak ingin ada masalah baru seperti kehilangan panitia yang susah payah aku rekrut hanya karena ‘kau-mengacuhkanku-jadi-aku-pergi-lagi’ lalu ‘oke-bye’. No.

Tapi belum ada lima menit dan kau kembali mengontakku. Apa maumu, sayang? Beberapa hari yang lalu aku mendapati dirimu mencampakkanku dan kini kau mengetik kata “Ciye” dengan mudahnya karena aku kembali berkontak dengan orang dari masalaluku? Lalu kau sendiri seperti apa?

Lagi-lagi kami bertengkar. Bodoh. Ini benar-benar bodoh. Ketika kau bertingkah, kau bertanya “apa maumu?” dan ketika aku yang bertingkah, kau jugalah yang bertanya “apa maumu?”. Lalu? haruskah selalu aku yang mencari kepastian di sini untuk kita berdua, sayang? Jika memang kau bosan, jangan pernah mencari alasan agar aku yang mengakhiri ini semua. Jangan. Itu menyiksaku.

Aku ingin ini semua terus berlanjut, tentu saja. Hidupku sekarang hanya memiliki satu tujuan dan satu arah, yaitu dirimu. Tapi jika kau sendiri sudah tidak menginginkan ini semua, bagaimana bisa aku mewujudkan pengharapan besar itu seorang diri? Bahkan kepedulianmu terhadapku semakin lama semakin tipis dan terasa mendekati angka -1!

“Kau ingin melepasku, Adi? Kau tidak ingin mempertahankan ini semua?”

Semua kata itu terketik dan terkirim begitu saja tanpa melibatkan hatiku dalam pengambilan keputusan. Dan aku tahu jika jawaban dari pertanyaan itu datang, jawaban itu adalah akhir dari segalanya.

“Aku sangat ingin”

Menggantung. Hanya itukah yang dapat kau katakan untuk menyelamatkan ini semua? Bisakah kau lebih peduli akan aku disini yang ingin kau pertahankan seperti dulu ketika aku masih bersamanya? Kini dia kembali dan itu adalah satu-satunya hal yang bisa menarik perhatianmu sedikit mengarah kepadaku? Haruskah aku kembali kepadanya agar kau bisa kembali seperti dulu, sayang? Haruskah aku mencambukmu agar kau bangun dan menyadari kita sudah ada di mulut kematian?

“Kau tidak ingat bagaimana dulu kau memintaku untuk kembali padamu di teras rumahku? Bagaimana kau memohon untuk itu” karena aku masih ingat bagaimana kau terlihat sangat rapuh di hadapanku waktu itu. Mungkin kau sendiri tidak menyadari bagaimana kelihatannya dirimu, but I do. I always do. Aku masih ingat bagaimana aku berjuang keras untuk mengendalikan diriku agar tidak memelukmu dan mengatakan YA saat itu juga untuk menghapus semua pesakitanmu saat itu.

“Kau tidak ingat saat kau menghapus airmataku ketika aku menangis setelah upacara dulu?” ketika aku menangis karena dia dan kau yang ada disana. Menghiburku. Menemaniku. Memelukku.. Menghapus airmataku dan menenangkanku. Mengatakan bahwa kau ada disana dan semuanya akan baik-baik saja.

“Kau tidak ingat ketika kau mengatakan kau akan pergi dari sini, saat kita ada di Matahari lantai 5?” karena aku tidak akan pernah lupa. Semua hal. Setiap detik yang aku lalui bersamamu sejak kau mengatakan kau akan pindah ke luar pulau untuk bekerja. Setiap pertemuan kita terasa lebih berharga daripada apapun yang aku miliki. Retinaku masih bisa mencetak dengan jelas semua hal yang kita lalui dan bicarakan hari itu disana. Ketika kau memelukku. Tangan kita terjalin tanpa celah. Kedekatan yang kita rasakan. Hembusan nafasmu yang hangat di pipiku. Jemarimu yang terus bermain tanpa ampun di rambut dan bibirku. Tak dapat dipungkiri itu semua membangunkan semua sel-sel terdalam dari diriku dan membuatku dapat kembali hidup setelah sekian lama aku tertidur dalam pelarian tak kasat mata.

Aku kembali merasakanmu saat itu. Merasakan kehadiran yang ternyata memang menjadi satu tolok ukur kerinduan tanpa batas akan hadirmu di hidupku. Setelah dua tahun aku selalu berlari darimu dan mengira itu telah berhasil. Tapi hanya butuh waktu berdua bersamamu selama beberapa menit untuk menghancurkan semua ideologiku tentang “hey-aku-berhasil-dan-pergilah-kau-dari-hidupku”. Tidak. Aku menginginkanmu untuk melengkapi semua kekurangan yang aku rasakan selama ini. Sesuatu yang hilang dan tak pernah tergantikan.

Banyak yang telah datang. Mereka jauh lebih baik darimu. Mereka benar-benar mendekati kata sempurna. Mereka selalu ada dan selalu menjagaku. Tapi aku hanya terasa lengkap ketika aku merasakanmu. Aneh? Ya. Aku sendiri heran mendapati diriku jadi keluar dari jangkauan kewarasan seseorang.

Akal sehatku berteriak kencang. Ini gila! Dan ini membuatku takut. Ketika aku tidak lagi bisa merasakan kehadiranmu, apa yang dapat aku lakukan untuk mengisi rasa kosong itu? Haruskah aku berlari lagi? Haruskah aku kembali menjadi seperti putri tidur yang menunggu dibangunkan oleh sang pangeran dengan ‘true-love-kiss’nya? Ketakutan yang membelengguku membuatku semakin takut kehilanganmu. Dan ketika ketakutanku menjadi kenyataan, aku tidak bisa mengelak bahwa aku tidak bisa melepaskan diri lagi. Dulu mungkin aku bisa, tapi sekarang? Entah. Gagasan untuk mengakhiri ini dengan bunuh diri terasa menggiurkan.

Sekarang terserah apa maumu, sayang. Aku lelah. Datanglah ketika kau membutuhkanku. Pergilah jika kau ingin bersenang-senang dengannya. Dengannya yang selalu bertahta di hatimu. Dia yang selalu kau cintai. Karena memang hanya dialah yang bisa menjadi seperti yang kau inginkan.

Aku memang wanita paling bodoh di dunia. Mungkin aku bisa berlari. Aku bisa meninggalkanmu seperti dulu, menutup hatiku, mencari penggantimu dan menikmati hidup tanpa menoleh lagi ke belakang. Tapi hatiku menolak gagasan itu mentah-mentah. Membuatku kelabakan dan tertekan akan dorongan kuat untuk mencintaimu dan membencimu dalam satu hitungan. Satu helaan nafas, satu detik, satu waktu yang terlewat. Semua terasa semakin berharga. Segala pesakitan itu aku rasakan semakin nyata. Ketika kau datang dan pergi dengan sendirinya. Membuatku bertanya siapa aku bagimu. Membuatku memikirkan semuanya dari awal.

Jika dulu kita tidak saling mengenal, apakah ini semua akan terjadi? Jika dulu kau tidak mendekatiku, apa hatiku akan sama dengan hati yang lain? Hati tanpa cacat. Hati tanpa dendam.

Pertengkaran dari hari ke hari terasa semakin biasa aku hadapi dan membuatku semakin kebal terhadap semua ini. Semakin kebal atau mati rasa? Entah. Topeng yang aku kenakan semakin tebal dari hari ke hari. Semua orang mengira aku baik-baik saja. Ya, aku memang baik-baik saja.


Aku baik-baik saja ketika aku tahu aku memilikimu. Tapi itu tidak lagi terjadi.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More