About Me

Thesalonika Olga Valitha Briliane | 23 y.o | Indonesian | Swiftie | @__tukangmaido | Love Green, Like Mango | Jesus Christ

Minggu, 13 Oktober 2013

When It Was You *ch 2


"Mbak Olga !:D"
"Dalem Ijaaal :p"
"I love you !:*"
"Alah gambus :p"
"Loh beneraaaan:*"
"Udah ah tidur sanaaa, udah malem. Cium cium mulu :p"
"Lha gemes o hihi:* maunya ditemenin mbakolgaa u,u"
"Yaudah bobok yok {} selamat tidur boskecil :)"
"Selamat tidur juga bos besar :D mimpi indah yaa ({})"

Ketika aku menangis karenamu, berjanjilah bahwa kau akan berpura-pura tidak mengetahuinya.
Ketika aku termenung memikirkan tentang kondisimu, berjanjilah kau akan memikirkan kondisimu juga.
Tapi ketika aku tersenyum kepadamu, berjanjilah jangan pernah membalas senyum itu.

Karena semakin banyak aku menangkap senyumanmu, aku akan terjatuh semakin dalam. Terperosok ke dalam jurang yang aku gali sendiri. Masuk ke dalam kehidupanmu semakin dalam dan dalam. Dan itu hanya akan membuatku hidup dalam asa yang tidak kunjung padam. Seperti bara api yang menyala. Tidak mengeluarkan api yang menjilat-jilat ke segala arah, tapi tidak pernah padam secepat perkiraanmu.

Pertemuan kedua kami berawal dari diriku sendiri. Ketika seluruh beban dunia seakan aku tanggung seorang diri, aku membutuhkan penghiburan. Apa ini namanya pelampiasan? Sepertinya begitu. Mungkin memang begitu.

Sangat sederhana. Aku bertemu seseorang yang istimewa, tepatnya di tanggal 27 Juni 2012, gedung Pandanaran lt 5 Sekretariatan KPU Kota Semarang (jangan tanya kenapa aku masih ingat sampai sekarang). Bahkan tidak dapat dipungkiri aku telah terpikat sejak pertama kali melihat matanya yang teduh. Sorot matanya menenangkan, tidak tajam seperti beberapa laki-laki yang sempat aku kenal. Tapi entah mengapa aku menyukainya.

Aku sempat bertemu dengannya di tanggal 25 Februari 2012 di aula sekolah. Well, baru beberapa detik dia menginjakkan kakinya disana saja dia sudah tersandung dan akan jatuh, aku tidak akan pernah melupakan hal konyol itu. Tapi semua orang mengejarnya, meminta nomor ponselnya secara blak-blakan atau sembunyi-sembunyi mencatatnya dari buku absensi. Bahkan beberapa temanku perempuan ada yang berani menggodanya. Aku hanya diam. Toh juga aku sudah memiliki pacar, kenapa mesti bertindak bodoh seperti mereka? Pertemuan kedua (aku lupa tepatnya kapan) terjadi sekitar bulan April minggu pertama. Dia datang bersama temannya untuk menemui salah satu temanku di sekolah. Saat pulang kami berjabat tangan, hanya itu dan selesai. Rasa tertarikku belum timbul, mungkin karena aku masih memiliki pacar yang sama seperti saat kami pertama bertemu. Tapi pertemuan ketiga saat pertengahan tahun 2012 itu merubah segalanya.

Tapi setelah melewati hari-hari yang bahkan terasa seperti hanya mengedipkan mata itu, aku kembali kehilangan arah. Dia pergi. Tanpa pamit, tanpa ucapan selamat tinggal, tanpa satupun lambaian tangan. I mean, dia masih disini, memang. Tapi dirinya bukan orang yang aku kenal dulu. Tidak ada lagi sosok laki-laki yang bahkan bisa membuatku melupakan segala masa laluku. Tidak ada sosok seorang kakak yang selalu menenangkanku ketika aku menangis. Tidak ada lagi sosok sahabat yang selalu menjadi tempat berdebat dan diakhiri dengan sentuhan manis di dahiku dengan gemas. Tidak ada lagi dia yang dulu.

Dan situasi yang membingungkan itulah yang membuatku terpaksa mengambil pilihan yang belum pernah aku coba. Segala pelampiasan aku coba. Mulai dari pertama kalinya aku mencoba minuman berakohol (jangan kira aku mabuk-mabukan dengan minuman kelas terbawah, dude) sampai mempermainkan semua orang yang mengejarku. Benarkah mereka mengejarku? Hah, aku tidak peduli. Aku sedang stress dan mereka datang, sesimple itu.

Dalam satu malam aku mendapatkan 4 orang dalam genggamanku. Salah satunya adalah kau, yang secara sengaja aku kirimi pesan singkat terlebih dulu. Tidak seperti yang lain yang datang dengan sendirinya, kau berbeda. Kau selalu berbeda. Dan aku mendapati di hari yang sama saat aku ingin memejamkan mata, 4 kata sayang dari 4 orang yang berbeda telah aku dapatkan.

Jahat? Ya. Aku akui aku jahat, bejat, bitch wannabe or whatever you want to yell me at. Tapi untuk sementara ini, biarkan aku menjadi egois. Aku lelah selalu menjadi orang yang ditinggalkan, yang selalu memendam perasaan sakit dan membebatnya dengan senyum palsu setiap harinya. Aku lelah menjadi pihak yang selalu mengalah, yang selalu membiarkan orang yang aku cintai memilih antara aku atau orang lain. Aku lelah menjadi orang yang terus merasa kehilangan dan bangkit sendirian. Ketika kau telah merasakan keseriusan membuncah dalam hatimu dan tiba-tiba orang yang kau anggap segalanya dalam hidupmu pergi begitu saja, bagaimana rasanya? Jangan bohongi dirimu sendiri. Jika kau benar-benar mencintainya, kau tidak akan baik-baik saja.

"Embeeb?"
"Dalem beb? {}"
"Kangen  :("
"Haha sabar yaa, kan sekolah masih libur :)"
"Pengen ketemu terus meluk kamu beb :*"
Oh shit, is he know that it's killing me inside?

Aku merasakan seperti hidup mulai menyapaku disetiap pagi datang. Beberapa pesan singkat datang untuk sekedar mengucapkan 'selamat pagi' dan 'semoga harimu menyenangkan' atau semacamnya, aku selalu tersenyum melihat semua pesan itu. Di setiap saat ponselku selalu ramai dengan mereka, setiap kali aku bersama dengan teman-teman atau di saat aku sedang mengantri di kantin, aku tidak pernah mengalami yang orang-orang sebut sebagai 'mati kutu'. Well, apa ini yang aku harapkan? Ketika malam datang dan satu per satu dari mereka mengucapkan selamat tidur, aku hanya mengatakan bahwa aku mengantuk dan mereka tidak akan menggangu lagi.

Di setiap malam aku tercenung. Memikirkan perasaan mereka satu persatu. Mereka semua sudah memiliki pacar, demi Tuhan! Ada apa dengan diriku sampai aku jadi manusia yang setega ini? Aku senang, tidak dapat dipungkiri. Tapi tidak dapat dihindari aku merasa seperti tetap ada yang hilang dari dalam diriku. Seperti sebuah lubang besar yang tidak dapat tertutup rapat dan tetap menganga. Seperti ada yang belum lengkap meskipun sudah ada mereka semua yang selalu mengisi hariku. Dan aku masih mencari penutupnya.

Aku terus menjalani hari-hariku tanpa mempedulikan perasaan mereka semua. Beberapa sudah aku tinggalkan karena bosan atau karena mereka sendiri yang pergi karena kesadaran mereka. Beberapa lagi baru saja masuk daftar antrian. Hah, sial. Hidupku sudah seperti tempat persinggahan.

Sampai akhirnya malam itu datang. Ketika percakapan singkat itu mengubah segalanya. Aku seperti dihantam bola beton ketika aku terbangun di pagi harinya. Kau sudah pergi.

Sejak saat itu aku merasa seperti lubang itu makin besar. Semakin aku cari penutupnya dan berhasil menemukan penutup itu, wajahmu selalu terlintas di sekitarku. Ini membuatku gila. Tidak mungkin seseorang sepertimu bisa membuatku merasakan ini semua. Kita bahkan tidak pernah mengobrol sesering itu. Hanya pada saat pertama kali kita berkenalan, beberapa hari setelahnya, dan setelah itu kau dan aku berpura-pura seperti kita tidak saling mengenal. Bahkan tidak ada yang mengetahui hubungan kedua kita ini selain sahabat terdekat kita masing-masing. Ini berarti jika kita berpisah bukankah rasanya akan jauh lebih mudah untuk melepaskan satu sama lain? Tapi kenapa jika aku melihatmu rasanya seperti ada yang menonjok hatiku? Rasanya tidak karuan. Padahal dua hubungan ini terhitung singkat dan tidak bermakna penuh. Ini konyol. Bahkan ketika aku bertemu dengan orang yang pernah menjadi bagian dari hidupku pun aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Menghindar, menolak memandang matamu, bahkan berusaha tidak berpapasan denganmu.

Sejak malam itu aku merasa ada yang berbeda. Kenapa ini? Bukankah semua masih baik-baik saja? Bukankah hari-hariku masih dihiasi warna yang sama? Tapi kenapa warnanya terasa memudar? Perlahan-lahan aku menghilangkan mereka semua dari kehidupanku. Dan yang tersisa hanya aku. Kembali sendiri.

Tapi paling tidak, ini pilihanku. Aku tidak mengalah, aku tidak dibuang. Aku yang membuang mereka semua. Aku yang memilih untuk sendiri sekarang. Aku yang berkuasa dalam hidupku sendiri waktu itu.

Tapi hampa selalu ada dalam dadaku kemanapun aku melangkah.

"..."
"Aku mau tanya boleh beb?" aku memulai. Here we go~
"Kenapa beb?"
"Kamu kenapa sih blakangan ini? Cuek bgt :("
"Engga yo beb, biasa aja"
"Kamu ki napa? Males sama aku?"
"Yo bukane gituuu"
"Oooh ceritanya bosen"
End.

0 suara netizen:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More