Daniel’s POV
Ya. Aku tolol karena hanya dapat mendekatimu sebagai teman. Aku tolol karena tidak dapat menyatakan perasaanku kepadamu. Aku tolol karena tidak dapat menjaga perasaanku kepadamu. Aku tolol karena aku melakukan itu semua.
“Well, okay Miss Clev, aku memang orang yang tolol.” Sahutku, membuat gerakan memasukkan tangan ke dalam saku.
“Mmh hmm.” Dua suku kata keluar darinya tanpa membuka mulut. Kepalanya mengangguk.
Aku mendengus kecil bersamaan dengan menunduknya kepalaku. Satu sudut mulutku membuat senyuman hampa. Senyuman kekalahan.
Hening.
Kelas sudah di depan kami. Aku mengambil tempat di pojok seperti biasa. Tempat yang sangat strategis untuk memperhatikannya setiap saat yang selalu duduk di tengah kelas.
Aku duduk dan memperhatikannya. Mungkinkah aku bermimpi untuk memiliki dia? Apa aku bisa memiliki hatinya yang sangat teramat susah untuk didapatkan? Apa aku bisa menjadi orang yang istimewa untuknya?
Ya. Aku memiliki dia sebagai seorang sahabat yang sejati.
Ya. Aku telah memiliki hatinya yang sangat susah untuk didapatkan walau hanya sebagai sahabat. Aku sangat beruntung dapat menjadi sahabatnya yang paling dekat.
Dan, once again. Ya. Aku sudah menjadi orang yang istimewa untuknya. Yaitu sahabat terbaik yang pernah dia miliki, aku harap.
Apa akan terus seperti ini? Melihat dia menderita, tapi tidak dapat memeluknya sebagai seorang kekasih dan hanya dapat menggenggam tangannya sebagai seorang teman?
Gadis manis, putih, dengan rambut sedikit bergelombang di beberapa tempat yang selalu membingkai wajahnya yang agak pucat, gadis idamanku yang tidak akan dapat aku miliki. Hey kau yang saat ini sedang kuperhatikan, apakah kau akan menjadi gadisku? Apa aku akan sempat mengatakan perasaanku kepadamu? Apa aku akan sempat memilikimu?
Sepertinya tidak.
“Hoy!” pundakku yang terasa seperti ditepuk oleh seseorang membuat segala lamunan harianku buyar dan kabur entah kemana. “Melamunkan hal yang sama lagi?” Chris terlihat mengikuti arah pandanganku tadi.
“Mmh hmm.” Aku hanya bergumam tidak jelas. Kepalaku mengangguk otomatis. “Mungkinkah...?”
“...aku dapat memilikinya?” Chris melanjutkan kalimatku dan mendesah. “Aku sudah lebih dari hafal dengan kalimatmu yang itu, Dan.” Dia memutar bola matanya.
Aku mendengus. Hah. Seputus-asa itukah aku?
0 suara netizen:
Posting Komentar